BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengertian
jaminan berasal dari kata jamin yang berrarti tanggung, sehingga jaminan dapat di artikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini yang di maksud adalah tanggungan atas
segala perikatan dari seseorang seperti yang di tentukan dalam pasal 1131
KUHPerdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu seperti yang diatur dalam
pasal 1139 – 1149 (Piutang yang Diistemewakan), pasal 1150 – 1160 (Gadai),
pasal 1162 – 1178 (Hipotek), pasal 1820 – 1850 (Penanggungan Utang), dan akhirnya
seperti yang di tetapkan oleh yurisprudensi ialah Fidusia. Tanggumgan atas
segala perikatan seseorang di sebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan
atas perikatan tertentu dari seseorang di sebut jaminan secara khusus.
Jaminan
khusus seperti yang di maksud di atas lazimnya di namakan jaminan kebendaan.
Selain jaminan kebendaan, KUHPedata mengenal jaminan orang atau penanggungan utang (borgtocht). Penanggungan
utang ini selalu di adakan antara Kreditur dan pihak ke tiga dalam perjanjian
dengan nama pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatannya bila mana Debitur sendiri tidak memenuhinya, demikian dikatakan
oleh pasal 1820 KUHPerdata. Oleh karena, penanggungan utang ini di adakan untuk
kepentingan Kreditur, maka penanggungan utang dapat di adakan baik dengan
sepengetahuan Debitur maupun tidak, demikian dikatakan oleh pasal 1823
KUHPerdata. Dengan mengadakan perjanjian penanggungan utang ini, bila mana Debitur
lalai memenuhi perikatannya maka Kreditur dapat menuntut pihak penanggung,
tanpa mengurangi pihak penanggung untuk menuntut agar barang-barang Debitur di
sita terlebih dahulu dan di jual untuk melunasi utangnya.
Penanggungan
utang ini tidak mengubah atatus Kreditur sebagai Kreditur Kongkuren, sehingga
dalam hal terdapat banyak Kreditur terhadap Debitur ataupun penangggungan dan
harta kekayaannya tidak mencukupi untuk melunasi utang, maka berlaku cara
pembayaran seperti yang di atur dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Dilihat
dari akibat yang demikian itu tentu saja penanggungan utang ini tidak begitu di
sukai oleh Kreditur yang menghendaki jaminan pembayaran kembali bagi
piutangnnya.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas rumusan masalah yang diambil oleh penulis adalah sebgai
berikut:
1. Bagaimanakah
sifat dan bentuk perjanjian jaminan perorangan/penanggungan?
2.
Apa Hak penanggung terhadap
kreditur serta hak penanggung terhadap debitur?
3. Berapakah
jenis-jenis jaminan perorangan/penanggungan?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui sifat dan bentuk perjanjian jaminan perorangan/penanggungan.
2. Untuk
mengetahui hak penanggung terhadap kreditur serta hak penaggung terhadap
debitur.
3. Untuk
mengetahui jenis-jenis jaminan perorangan/penanggungann?
D.
Manfaat
Hasil
penulisan makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis dan praktisi, sebagai berikut:
- Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan masukan dan kajian lebih lanjut tentang jaminan
perorangan/penanggungan serta dapat memberi manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang ilmu hukum secara umum dan hukum jaminan secara khusus.
- Secara
praktisi, makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat yang akan membuat perjanjian jaminan
perorangan/penanggungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat Perjanjian
Penanggungan dan Bentuk Perjanjian Penanggungan
Sifat Perjanjian Penanggungan ada beberapa, yaitu:
1.
Merupakan jaminan yang
bersifat perorangan, yaitu adanya pihak ketiga (badan hukum) yang menjamin
pemenuhan prestasi manakala Debiturnya wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat
perorangan demikian pemenuhan prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap
orang-orang tertentu, yaitu Debitur atau penanggungnya.
2.
Bersifat accesoir, yakni
perjanjian yang mengikuti perjanjian pokoknya. Perjanjian penanggungan akan
batal demi hukum atau hapus jika perjanjian pokok juga batal demi hukum atau
hapus.
3.
Untuk perjanjian yang
dapat dibatalkan, perjanjian accesoirnya tidak ikut batal meskipun perjanjian
pokoknya dibatalkan.
-
misalnya Perjanjian Pokok
dibuat oleh orang yang tidak cakap, sehingga dapat dibatalkan dan bila hal ini
terjadi maka perjanjian penanggungannya dianggap tetap sah.
4.
Bersifat sepihak dimana
hanya penanggung yang harus melaksanakan kewajiban, tetapi adakalanya Kreditur
menawarkan suatu prestasi sehingga pihak ketiga mau menjadi penanggung dan
dalam keadaan demikian perjanjian bersifat timbal balik.
5.
Besarnya penanggungan
tidak akan melebihi besarnya prestasi/perutangan pokoknya tetapi boleh lebih
kecil. Jika penanggung lebih besar maka yang dianggap sah hanya yang sebesar
utang pokok (Pasal 1822 BW).
6.
Bersifat subsidiair, jika
ditinjau dari sudut cara pemenuhan prestasi. Hal ini berdasarkan Pasal 1820 BW
bahwa penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan Debitur manakala Debitur
sendiri tidak memenuhinya. Ini berarti penanggung hanya terikat secara
subsidiair karena hanya akan melaksanakan prestasi jika Debitur tidak
memenuhinya sedang Debitur yang harus tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan
prestasi tersebut dan setelah penanggung melaksanakan prestasi maka ia
mempunyai hak regres terhadap Debitur.
7.
Beban pembuktian yang
ditujukan ke si berutang dalam batas-batas tertentu juga mengikat si
penanggung.
8.
Penanggungan diberikan
untuk menjamin pemenuhan perutangan yang timbul dari segala macam hubungan
hukum baik yang bersifat perdata maupun yang bersifat hukum publik, asalkan
prestasi tersebut dapat dinilai dalam bentuk uang.
Bentuk perjanjian
penanggungan menurut ketentuan undang-undang, adalah bebas tidak terikat oleh
suatu bentuk tertentu, bisa lisan atau tertulis yang dituangkan dalam suatu
akta. Namun untuk kepentingan pembuktian maka pada prakteknya umumnya dibuat
dalam bentuk tertulis, seperti dengan akta notaris atau formulir baku dari
bank. Perjanjian penanggungan harus dinyatakan secara tegas tidak boleh secara
tersirat oleh penanggung atas hal-hal apa saja yang akan ditanggungnya. Hal ini
gunanya agar penanggung terlindung atas tanggung jawab terhadap hal-hal lain
yang tidak ditanggungnya.
Fungsi dari Akta Penanggungan ini adalah :
-
Sebagai alat pembuktian tentang
adanya penanggungan tersebut oleh penanggung;
-
Memuat
ketentuan-ketentuan ataupun janji yang mengatur perjanjian penanggung tersebut.
B.
Yang Dapat Menjadi Obyek Penanggungan
Yang
dapat menjadi obyek penanggungan adalah sebagai berikut :
1.
Pelaksanaan Perjanjian
Pokoknya, yang berupa :
-
Pelunasan hutang yang
berupa uang, maksimum sebesar utang pokoknya. Bisa lebih kecil dari utang pokok
tapi tidak bisa lebih besar. Jika diperjanjikan lebih besar dari utang pokok
maka menurut Pasal 1822 BW, yang sah hanya sebesar uang pokoknya saja sedangkan
sisanya bisa saja penanggung tidak usah membayarnya
-
Prestasi yang tidak
berwujud uang maka dapat diberikan dengan menilai prestasi tersebut dengan
uang.
-
Prestasi berupa
melaksanakan pekerjaan, mis. dalam penanggungan pembangunan, menanggung
menyelesaikan pekerjaan atau perbaikan-perbaikan pada rumah sewa.
2.
Pelaksanaan dari akibat
Perjanjian Pokoknya (Penanggungan tak terbatas), mis. biaya-biaya gugatan pada
Kreditur, segala biaya untuk memperingatkan penanggung agar melaksanakan
kewajibannya (pasal 1825 BW).
C. Macam-Macam Penanggung
Untuk menjamin pemenuhan suatu
perjanjian pokok maka adalah kalanya dalam perjanjian penanggungan ada beberapa
penanggung, yaitu :
1.
Penanggung Utama
(hoofdborg) dan Penanggung Belakang (achterborg).
Penanggung Utama (hoofdborg) berfungsi untuk menanggung Debitur
memenuhi kewajibannya sedangkan Penanggung Belakang (achterborg), berfungsi
untuk menanggung Penanggung Utama memenuhi kewajibannya. Jika Penanggung
Belakang telah memenuhi seluruh kewajiban debitur maka ia mempunyai hak
menuntut kembali pembayaran (hak regres) tersebut pada si Penanggung Utama
tidak bisa langsung ke Debitur karena Penanggung Belakang tidak mempunyai hak
regres terhadap Debitur. Penanggung Utama yang telah memenuhi seluruh
kewajiban Debitur maka ia mempunyai hak regres pada Debitur tetapi tidak terhadap
Penanggung Belakang.
2.
Penanggung Pertama dan
Penanggung Kedua
Penanggung Pertama dan Kedua bersama-sama mengikatkan diri
selaku penang-gung dari suatu hutang, dimana untuk pemenuhan prestasinya maka
pihak Kreditur harus menuntut pada Penanggung Pertama terlebih dahulu. Jika
Penanggung Pertama tidak mampu memenuhi prestasi tersebut maka Kreditur baru
boleh menuntut pada penanggung kedua. Jika Penanggung Pertama telah memenuhi
prestasi tersebut maka ia hanya mempunyai hak regres pada Debitur tidak pada
Penanggung Kedua. Demikian pula jika Penanggung Kedua telah memenuhi prestasi
tersebut maka ia mempunyai hak regres baik pada Debitur maupun pada Penanggung
Pertama.
3.
Penanggung Solider
Penanggung solider adalah penanggung yang mengikatkan
dirinya bersama-sama dengan Debitur untuk pemenuhan suatu prestasi secara
tanggung menanggung. Kreditur dapat langsung menuntut pemenuhan prestasi pada
debitur maupun pada penanggung terlebih dulu dari Debitur untuk memenuhi
prestasi tersebut. Jadi kedudukan penanggung dengan debitur setara.
4.
Penanggung atas Pemecahan
Pemenuhan Prestasi
Beberapa penanggung yang mengikatkan diri untuk bersama-sama
melakukan pemenuhan prestasi dari satu Debitur yang sama. Meskipun diatur dalam
Pasal 1836 BW bahwa jika beberapa orang mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang Debitur dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung
terikat untuk seluruh hutang tersebut tetapi masing-masing penanggung berhak
untuk menuntut agar Kreditur membagi-bagi terlebih dahulu piutangnya sehingga
masing masing penanggung hanya menanggung sebagian hutang Debitur tersebut.
Tuntutan pemecahan hutang ini harus diajukan pada saat mereka digugat untuk
pertama kalinya dimuka Hakim dan sebelum melakukan pembayaran, masing-masing
penanggung berhak menuntut Kreditur untuk melakukan pemecahan piutangnya
tersebut. Jika tidak dilakukan hal ini maka ketentuan Pasal 1836 BW yang
berlaku yakni jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang Debitur dan untuk hutang yang sama, maka masing-masing penanggung
terikat untuk seluruh hutang itu. Jika ada satu penanggung yang telah membayar
utang tersebut maka ia dapat menuntut Debitur untuk mengembalikan pembayarannya
(Hak Regres) sedangkan ia baru mempunyai hak regres terhadap penanggung-penanggung
lainnya jika ia dinyatakan pailit atau digugat didepan pengadilan.
D.
Hak Penanggung Terhadap Kreditur Serta Hak Penanggung
Terhadap Debitur
Hak
penanggung terhadap kreditur sebagai berikut:
1.
Hak untuk menuntut lebih
dahulu
Berdasarkan Pasal 1831 BW, Penanggung berhak untuk menuntut
agar harta benda si Debitur disita dan dijual/dilelang terlebih dahulu untuk
melunasi utangnya. Kemudian jika tidak mencukupi barulah penanggung wajib
membayar utang Debitur tersebut. Jadi disini penanggung baru akan bertindak
sebagai Borg kalau barang-barang Debitur yang disita dan dijual belum mencukupi
utangnya pada kreditur. Penyimpangan terhadap pasal ini dapat dilakukan jika :
a.
Telah diperjanjikan
sebelumnya antara penanggung dengan kreditur bahwa penanggung akan melepaskan
hak istimewanya untuk menuntut agar harta benda disita dan dijual terlebih
dahulu baru ia melaksanakan kewajibannya sebagai penanggung. Umumnya perjanjian
ini atas inisiatif kreditur supaya ia dapat langsung menuntut penanggung jika
debiturnya wanprestasi.
b.
Hubungan Penanggung
dengan Debitur adalah perutangan secara tanggung menanggung, sehingga hubungan
ini tunduk pada perjanjian perutangan tanggung menanggung
c.
Jika si Debitur dapat
mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi.
d.
Jika si Debitur dalam
keadaan pailit.
e.
Jika penanggungan itu
diperintah oleh hakim.
Umumnya dalam praktek
senantiasa dibuat perjanjian untuk menyimpang dari Pasal 1831 BW ini, saking
seringnya kebiasaan ini dilakukan dalam perjanjian maka kebiasaan ini (yaitu
janji untuk melapaskan hak untuk menuntut terlebih dahulu) harus dianggap
diam-diam telah tercantum dalam perjanjian penanggungan. Sedangkan apabila Pasal
1831 BW ini akan diterapkan maka harus secara tegas dicantumkan dalam
perjanjiannya. Penanggung yang akan menuntut hak penjualan lebih dahulu harus
menentukan barang-barang yang mana dari Debitur yang akan dijual terlebih
dahulu untuk membayar utangnya setelah membayar ongkos-ongkos untuk penyitaan
dan penjualan. Penanggung tidak boleh menunjuk barang debitur yang dalam
keadaan sengketa, barang-barang yang dibebankan Hak tanggungan atau barang yang
tidak berada dalam kekuasaannya dan barang yang berada di luar wilayah
Indonesia.
2.
Hak untuk membagi utang
Menurut Pasal 1836 BW, jika dalam perjanjian penanggungan
terdapat beberapa orang penanggung untuk suatu hutang dan untuk seorang Debitur
maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh hutang dan dalam Pasal 1837
BW dikatakan bahwa Kreditur mempunyai hak untuk membagi piutangnya atas
bagian-bagian ke masing-masing penanggung pada saat penanggung-penanggung ini
digugat. Sebenarnya kedua ketentuan ini saling bertentangan karena disatu pihak
menentukan bahwa masing-masing penanggung terikat untuk seluruh hutang namun dipihak
lain memberi hak kepada Kreditur untuk membagi-bagi piutangnya kepada
masing-masing penanggung atas bagian-bagian tertentu untuk dipertanggung
jawabkan oleh masing-masing penanggung. Dalam kenyataannya dilapangan, hak ini
selalu diperjanjikan untuk dikesampingkan atau penanggung harus melepaskan hak
ini sehingga yang terjadi adalah perutangan tanggung menanggung antara para
penanggungnya. Oleh karena itulah maka terhadap perjanjian penanggungan ini
berlaku juga ketentuan mengenai perutangan tanggung menanggung, yaitu :
-
Pasal 1280 BW, bahwa
masing-masing debitur dapat dituntut untuk seluruh utang dan pemenuhan utang
oleh salah seorang debitur akan membebaskan debitur-debitur lainnya terhadap
piutang kreditur.
-
Pasal 1283 BW, bahwa jika
salah satu debitur yang ditagih oleh kreditur maka tidak ada kemungkinan bagi
debitur ini untuk meminta agar hutangnya dipecah.
-
Pasal 1284 BW, bahwa
tuntutan yang telah dilakukan ke salah seorang debitur tidak menutup
kemungkinan kreditur untuk menuntut pembayaran lagi ke debitur lainnya,
sepanjang belum ada pelunasan utang tersebut. Tetapi jika Kreditur yang sendiri
ingin memecahkan piutangnya atas bagian-bagian untuk penanggung maka ia tidak
dapat menarik kembali pemecahan itu meskipun ternyata bahwa diantara beberapa
penanggung tersebut telah berada dalam keadaan tidak mampu pada saat ia memecah
piutangnya tersebut. Hal ini juga berlaku pada perutangan tangung menanggung
pasif (debiturnya lebih dari satu orang).
3.
Hak untuk mengajukan
tangkisan gugat
Si penanggung untuk menolak melaksanakan kewajibannya dapat
menggunakan alasan-alasan yang telah dikemukakan oleh debitur kepada kreditur,
kecuali alasan yang menyangkut pribadi debitur sendiri. Jadi tangkisan-tangkisan
yang dikemukakan atau yang digunakan oleh Debitur kepada Kreditur karena tidak
melaksanakan prestasi (menyangkut perjanjian pokoknya) dapat pula digunakan
oleh penanggung terhadap kreditur. Misalnya pada perjanjian pokoknya, Debitur
tidak mengembalikan pinjamannya ke kreditur karena kreditur sendiri juga ada
pinjaman pada debitur. Maka alasan ini dapat digunakan pula oleh penanggung
untuk tidak melaksanakan kewajibannya terhadap kreditur. Sedangkan jika alasan
yang diajukan oleh debitur menyangkut pribadinya maka hal ini tidak bisa
dijadikan alasan juga oleh penanggung.
4.
Hak untuk diberhentikan
dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan
kesalahan Kreditur
Dalam Pasal 1848 BW, dikatakan bahwa penanggung berhak untuk
diberhentikan dari penanggungan jika karena perbuatan Kreditur sipenanggung
menjadi terhalang atau tidak dapat lagi bertindak terhadap hak-haknya, hak
tanggungannya dan hak-hak utama dari kreditur. Penanggung yang telah membayar
utang Debitur ke Kreditur secara hukum akan menggantikan kedudukan Kreditur
tersebut terhadap Debitur. Jika hal ini tidak terlaksana karena kesalahan dari
Kreditur sendiri maka akibatnya penanggungan akan diberhentikan sebagai
penanggung dan perjanjian penanggungan akan batal. Dalam praktek hal ini bisa
terjadi karena jika Debitur melakukan wanprestasi maka Kreditur akan lebih
mengutamakan menjual barang jaminannya diluar jaminan perorangan terlebih
dahulu. Kalau hasil penjualan ini belum cukup barulah Kreditur akan menuntut
penanggung, jadi tidak langsung menuntut ke penanggung. Tindakan Kreditur
inilah yang dianggap dapat merugikan penanggung karena dengan dijualnya
benda-benda yg dijadikan jaminan hutang, si penanggung menjadi tidak terjamin
dengan benda-benda jaminan itu, yang akan beralih karena kepadanya karena
subrogasi, jika ia membayar utang Debitur nantinya. Oleh karena itulah ia
dianggap berhak dihentikan sebagai penanggung, melepaskan diri dari
penanggungan. Ini kalau ditinjau dari segi kepentingan si Kreditur tentu sangat
memberatkan sebab itu dalam prakteknya diperbankan hak ini selalu diperjanjikan
secara tegas tercantum dalam akta penanggunga agar si penanggung melepaskan hak
demikiannya.
Hak penanggung terhadap debitur
sebagai berikut:
Penanggung yang telah
melakukan pembayaran utang Debitur baik secara suka rela atau karena putusan
hakim yang mengharuskan atau menghukum penanggung untuk membayar, dengan
sepengetahuan maupun tanpa sepengetahuan mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1.
Hak Regres atau hak
menuntut kembali, yaitu hak untuk menuntut Debitur mengganti pembayaran yang
telah dilakukan (Pasal 1839 BW).
Hak Regres yang dituntut dapat berupa :
-
Hutang pokok, bunga
maupun biaya-biaya yang timbul.
-
Penggantian kerugian
(yang berupa biaya, kerugian dan bunga) jika ada alasan untuk itu.
Hak regres ini merupakan hak Penanggung
sendiri, sehingga Penanggung juga bisa menuntut pengembalian lain disamping
utang pokok dan bunga dari debitur. Hak Regres ini meliputi juga:
-
Pembayaran ongkos
perkara, yaitu ongkos perkara yang telah dibayar oleh penggugat karena dia
digugat oleh Kreditur untuk memenuhi hutang Debitur. Penanggung hanya dpt
menuntut pembayaran ongkos perkara kepada debitur jika ia memberitahukan
tentang adanya gugat dari Kreditur terhadapnya tidak terlambat.
-
Pembayaran bunga, yaitu
bunga terhadap hutang pokok yg telah dibayar oleh Penanggung.
-
Pembayaran kerugian.
Penanggung berhak untuk menuntut pengganti kerugian yang lain yang dideritanya
sebagai akibat pemenuhan perutangan dalam penanggungan. Misalnya kerugian-kerugian
yang timbul karena adanya penyitaan, penjualan terhadap benda penanggung oleh
si Kreditur.
2.
Menggantikan semua
kedudukan Kreditur jika Penanggung telah melakukan pembayaran utang Debitur
pada Kreditur. (Pasal 1840 BW). Sebagai pengganti kedudukan Kreditur karena
subrogasi, Penanggung tidak mempunyai hak menuntut penggantian kerugian seperti
pada Hak Regres. Penanggung hanya memperoleh hak-hak kreditur terhadap si
Debitur, termasuk jaminan-jaminan accesoir yang melekat pada hak kreditur yang
diganti. Hak-hak yang ikut beralih dari Kreditur ke Penanggung yang telah
melunasi utang Debitur pada Kreditur karena subrogasi adalah hak-hak jaminan
yang diadakan untuk menjamin dipenuhinya perutangan pokok yang berupa :
-
Hak Tanggungan yang
diberikan kepada Kreditur sebagai jaminan, yaitu mempunyai hak untuk menjual
benda jaminan atas kekuasaan sendiri (karena telah diperjanjian untuk menjual
atas kekuasaan sendiri), berwewenang untuk mendapat pemenuhan hutang didahulukan
dari kreditur yg lain (Hak Voorrang) dari hasil penjualan tersebut. Kreditur
harus menyerahkan akta Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan ke
Penanggung. Pengalihan dalam Hak Tanggungan dari Kreditur ke Penanggung
(subrogasi) harus dituangkan dalam bentuk akta otentik/akta notaris dan harus
didaftarkan dalam sertifikat tesebut ke Badan Pertanahan.
-
Hak Gadai sebagai jaminan
hutang yakni penanggung mempunyai kewenangan untuk menjual bendanya atas
kekuasaan sendiri, wewenang untuk mendapat pemenuhan yang didahulukan (Hak
Voorrang).
-
Hak Privilege, yaitu
piutang yang didahulukan pemenuhannya sesuai dengan sifat piutangnya. Juga ikut
beralih ke penanggung, misalnya penanggung menanggung dipenuhinya uang sewa
maka jika ia telah membayar uang sewa ia mempunyai hak voorang atas benda
perabot rumah tersebut.
-
Jaminan Fidusia juga ikut
beralih jika kreditur yang diganti tersebut mempunyai jaminan fidusia dengan
ketentuan bahwa hak milik atas objek jaminan itu otomatis akan kembali ke
Debitur setelah Debitur melunasi hutangnya ke Penanggung.
Peralihan status Penanggung
menjadi pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Gadai atau Pemegang Hak
Privilege itu mulai sejak dilakukannya pembayaran hutang oleh Penanggung, tanpa
disyaratkan adanya tindakan-tindakan penyerahan khusus untuk itu.
Kedudukan Penanggung yang
telah melunasi utang Debitur, sebagai pengganti Kreditur lebih tinggi atau
lebih baik jika dibandingkan kedudukannya sebagai hak regres sendiri, karena
kedudukan menggantikan Kreditur adalah merupakan Kreditur Preferen sedangkan
kalau sebagai hak regres sendiri kedudukannya hanya sebagai Kreditur Konkuren. Jika
penanggung melakukan pembayaran utang tanpa sepengetahuan Debitur dan Debitur
tersebut juga melakukan pelunasan atas utangnya maka penanggung tidak mempunyai
hak regres terhadap debitur, tetapi penanggung dapat menuntut pengembalian pada
Kreditur (Pasal 1842:1 BW).
E. Janji-Janji Dalam
Perjanjian Penanggungan
Dalam prakteknya,
perjanjian penanggungan selalu dibuat dalam bentuk tertulis, dituangkan dalam akta
dibawah tangan, akta notaris atau tercantum dalam model-model tertentu dari Bank.
Yang bertanda tangan dalam akta ini adalah Debitur dan penanggung sendiri yang
kemudian diserahkan ke Kreditur. Sering pula perjanjian penanggungan ini
dituangkan dalam bentuk perjanjian pengakuan hutang, yakni pengakuan hutang
dari siberhutang utama (Debitur) maupun hutang dari si penanggung fungsi dari
akta penanggungan adalah:
-
Sebagai alat pembuktian
tentang adanya penanggungan tesebut oleh penanggung.
-
Memuat ketentuan-ketentuan
atau janji-janji yang mengatur perjanjian penanggungan tersebut.
Janji-janji yang biasa
dicantumkan atau diadakan dalam akta penanggungan adalah :
1.
Janji agar penanggung
melepaskan haknya untuk menuntut penjualan harta benda Debitur terlebih dahulu.
2.
Janji penanggung
melepaskan haknya untuk membagi-bagi hutang.
3.
Janji agar penanggung
melepaskan haknya untuk diberhentikan dari penanggungan (Pasal 1848 BW).
4.
Janji untuk tidak dibagi.
Bahwa penanggungan terhadap para ahli waris Debitur tidak dapat
dibagi-bagi. Jadi kreditur dapat menuntut kepada setiap pewaris untuk memenuhi
utangnya. (masih sistem tanggung jawab renteng).
5.
Janji agar penanggungan
tetap sah meskipun ada penanggung bersama ikut terikat.
Jika dalam akta penanggungan ada beberapa orang
penanggungnya yang harus bertanda tangan dan kemudian ada salah seorang yang
cacad tanda tangannya ini tidak menyebakban perjanjian penanggungan batal
tetapi hanya terhadap penanggung yang cacad sedang yang lain tidak.
6.
Jadi Kreditur diberi
kuasa oleh penanggung untuk melaksanakan hak regres terhadap Debitur.
Yang dimaksud hak regres adalah hak menuntut pembayaran
kembali oleh penanggung pada Debitur karena telah melakukan pembayaran
utangnya.
F.
Jenis-Jenis Perjanjian Penanggungan
1.
Jaminan hutang/jaminan
kredit (kredit garansi)
Yang dimaksud jaminan
hutang atau jaminan Kredit adalah bentuk penanggungan dimana seorang Penanggung
(perorangan) menanggung untuk melunasi hutang Debitur sebesar sebagaimana
tercantum dalam perutangan pokok. Kredit garansi dalam praktek perbankan biasa
dikenal dengan istilah Personal Guaranty (jaminan perseorangan/orang).
Penanggung berjanji atau mengikatkan diri kepada Kreditur bahwa ia akan
melunasi hutang Debitur, baik karena memang ditunjuk oleh Kreditur maupun
karena ia diajukan oleh Debitur.
2.
Jaminan Bank (Bank
Garansi)
Jaminan Bank adalah bank
yang bertindak sebagai penanggung jika prestasi yang diperjanjikan tidak dilakukan
dengan baik oleh Debitur. Bank berhak memberikan garansi ini karena diatur
dalam Pasal 6 (b) Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998. Bank Garansi
terjadi jika bank selaku penanggung diwajibkan untuk menanggung pelaksanaan
pekerjaan tertentu, atau menanggung dipenuhinya pembayaran tertentu kepada Kreditur.
Bank Garansi diberikan untuk menanggung:
a.
Uang muka.
b.
Ikut tender atau
penawaran barang.
c.
Pelaksanaan pekerjaan.
d.
Pemeliharaan
e.
Pembayaran Uang Cukai
Rokok
f.
Pembelian Barang Impor
Di Indonesia, jaminan
atas penerbitan Bank Garansi ini umumnya adalah jaminan yang bersifat kebendaan
atau kadang-kadang saldonya direkening yang diblokir. Sedang jika di Belanda,
umumnya rekening pemohon Bank Garansi yang diblokir sebesar bank garansi yang
diterbitkan. Masalah yang timbul akibat penerbitan Bank Garansi yang dijamin
dengan memblokir saldo adalah jika debitur meninggal dunia, maka otomatis
rekening Debitur tersebut harus ditutup. Ini berarti bank tidak bisa langsung
mendebet lagi rekening debitur. Demikian pula jika Debiturnya jatuh pailit.
Oleh karena itu dalam prakteknya sering jaminan tersebut langsung dimasukkan ke
rekening khusus oleh bank dan dibuat kontra garansi yang intinya menyatakan
bahwa junlah uang itu akan diberikan ke bank sebagai jaminan untuk penuntutan
kembali piutangnya (hak regres) kepada Debitur setelah bank memenuhi kewajibannya
sebagai penanggung.
3.
Jaminan Saldo (Saldo
garansi)
Saldo garansi adalah
bentuk perjanjian penanggungan dimana bank menjamin saldo yg akan ditagih dari
Debitur oleh Kreditur pada waktu penutupan rekening. Jadi saldo nasabah minimal
jumlahnya harus sama besar dengan biaya administrasi untuk penutupan
rekening.
4.
Jaminan Pembangunan (Bouw
garansi)
Perjanjian pembangunan yang dilakukan
oleh suatu pemborong dijamian oleh pemborong lain. Maksudnya jika pemborong
yang semula tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian maka
pemborong yang jadi penanggungnya akan melanjutkan pekerjaannya hingga selesai,
sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini jarang terjadi di Indonesia,
kebanyakan hanya terjadi diluar negeri.
5.
Jaminan oleh lembaga
pemerintah (Staats garansi)
Sama halnya dengan
jaminan pembangunan maka jaminan oleh lembaga pemerintahan ini belum dikenal di
Indonesia, yang ada hanya rekomendasi dari pemerintah atau lembaga pemerintah
untuk melaksanakan suatu pekerjaan tetapi manakala pihak yang direkomendasi tesebut
melakukan wanprestasi maka pihak pemerintah dalam hal ini yang merekomendir tidak
bertanggung jawab.
G. Perbedaan Antara Jaminan
yang Bersifat Perorangan Dengan Jaminan yang Bersifat Kebendaan
Jaminan yang bersifat
perorangan adalah jamian yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan
tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap Debitur tertentu atas harta kekayaan
Debitur semuanya. Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa
hak mutlak atas sesuatu benda, yang memiliki ciri-ciri :
-
Mempunyai hubungan
langsung atas benda tertentu dari Debitur;
-
Dapat dipertahankan
terhadap siapa saja
-
Selalu mengikuti bendanya
(droit de suite)
-
Dapat diperalihkan (mis.
Hak Tanggungan, Gadai)
Dalam jaminan perorangan
dikenal azas kesamaan (diatur dalam Pasal 1131, 1132 BW), artinya tidak
membedakan kapan atau saat terjadinya piutang, semua kedudukan piutang ada sama
terhadap kekayaan Debitur, tanpa membedakan urutan terjadinya piutang tersebut.
Demikian pula jika terjadi kepailitan Debitur, maka pembayaran atas piutang
dari hasil penjualan harta Debitur dibagikan secara seimbang besarnya piutang
masing-masing kecualikan dalam perjanjian mereka ditentukan lain. Misal : -
Piutang A = Rp. 10 jt,- ; B = Rp. 25 juta dan C = 35 juta; maka dari hasil
penjualan harta Debitur akan dibagi seimbang antara A : B : C = 2 : 5 : 7.
Sedangkan pada jaminan kebendaan dikenal dengan azas prioritas, artinya
kdudukan hak kebendaan yang lebih dulu terjadi kedudukannya lebih diutamakan
atau didahulukan dari kedudukan hak kebendaan yang terjadi belakangan. Jadi
jika terjadi tubrukan atau pertemuan dua hak kebendaan atas benda yang sama
maka berlakulah azas prioriteit, yaitu hak yang lebih dahulu terjadi
dimenangkan dari hak yang terjadi belakangan. Mis. Hak tanggungan I lebih
didahulukan pembayarannya terhadap hak tanggungan ke II. Jika Debitur pailit, Kreditur
yang mempunyai hak kebendaan atas benda Debitur berada diluar kepailitan.
Maksudnya hak kepailitan tersebut tetap ada (droit de suite) meskipun curator
kepailitan menjual benda tersebut kepada orang lain. Sedangkan untuk pemegang
hak tanggungan dan gadai tergolong separatist atas suatu benda, jika benda
tersebut dijual maka hasil penjualannya harus diutamakan terlebih dahulu dari
yang lain, untuk pembayaran atau melunasi utang pemegang hak tanggungan atau
pemegang gadai tersebut.
Jika terjadi pertemuan
atau tabrakan antara hak kebendaan dengan hak perorangan atas suatu benda yang
sama maka yang didahulukan adalah hak kebendaan, tanpa melihat bahwa piutang
mana yang terjadi lebih dahulu kecuali jika orang yang mempunyai hak kebendaan
tersebut sendiri yang terikat oleh hak perorangan yang diadakannya. Mis.: A
memiliki rumah, yang kemudian disewakan ke B untuk jangka waktu satu tahun. Kemudian
A akan menjual rumah tersebut pada waktu masa sewa baru berlangsung lima bulan
kepada C. Meskipun rumah tersebut telah beralih kepemilikannya tetapi
perjanjian sewa menyewa atas rumah tersebut tidak berakhir sebelum jangka waktu
sewanya berakhir. Hal ini disebabkan karena hak perorangan dan hak kebendaan
atas benda yang sama dilakukan oleh orang yang sama.
Pada jaminan perorangan,
Kreditur merasa terjamin karenan mempunyai lebih dari seorang Debitur yang
dapat ditagih untuk memenuhi piutangnya maka pada jaminan kebendaan, Kreditur
merasa terjamin karena mempunyai hak didahulukan (preferensi) dalam pemenuhan
piutangnya atas hadil eksekusi terhadap benda-benda Debitur. Pada jaminan
perorangan, Kreditur mempunyai hak menuntut pemenuhan piutang nya selain kepada
debitur utama juga kepada penanggung atau Debitur lainnya. Hal ini dapat
terjadi jika Kreditur mempunyai seorang penjamin (Borg) atau pihak ketiga yang
mengikatkan diri secara tanggung menanggung dalam Debitur.
Hal ini dapat terjadi karena 2 hal, yaitu:
-
Sengaja diperjanjikan,
yakni jika ada perjanjian penanggungan (borgtocht) atau perjanjian tanggung
menanggung secara pasif.
-
Berdasarkan
undang-undang, yakni undang-undang telah menentukan atau menetapkan bahwa pihak
ketiga juga terikat secara perorangan terhadap Kreditur untuk memenuhi
perutangan. Mis. Pasal 18 KUHD, bahwa para pesero fima terikat atas prestasi
yang dibuat atas nama firma tersebut. Pasal 108 (1) KUHD, Penerbit menanggung
atas akseptasi dan pembayaran (umpama: Sertifikat Deposito).
Pada Jaminan kebendaan,
Kreditur mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan prestasinya terhadap
pembagian hasil eksekusi benda-benda tertentu dari Debitur. Apabila hasil
eksekusi benda tertentu tersebut belum mencukupi piutang Kreditur maka Kreditur
itu dapat bersama dengan Kreditur-kreditur lainnya (Kreditur Konkuren) untuk
meminta pemenuhan sisa prestasi yang belum lunas. Dalam hal ini kedudukan
Kreditur pemegang hak kebendaan tersebut disamakan dengan kedudukan Kreditur
Konkuren.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sifat
dan bentuk jaminan perorangan/penanggungan
a. Sifat
jaminan perorangan/penanggungan:
- Merupakan jaminan yang bersifat perorangan.
- Bersifat accesoir.
- Untuk perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian
accesoirnya tidak ikut batal meskipun perjanjian pokoknya dibatalkan.
-
Bersifat sepihak dimana
hanya penanggung yang harus melaksanakan kewajiban, tetapi adakalanya Kreditur
menawarkan suatu prestasi sehingga pihak ketiga mau menjadi penanggung dan
dalam keadaan demikian perjanjian bersifat timbal balik.
- Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya
prestasi/perutangan pokoknya tetapi boleh lebih kecil.
- Bersifat subsidiair, jika ditinjau dari sudut cara pemenuhan
prestasi.
- Beban pembuktian yang ditujukan ke si berutang dalam
batas-batas tertentu juga mengikat si penanggung.
-
Penanggungan diberikan
untuk menjamin pemenuhan perutangan yang timbul dari segala macam hubungan
hukum baik yang bersifat perdata maupun yang bersifat hukum publik, asalkan
prestasi tersebut dapat dinilai dalam bentuk uang.
b.
Bentuk jaminan
perorangan/penanggungan
Bentuk
perjanjian penanggungan menurut ketentuan undang-undang, adalah bebas tidak
terikat oleh suatu bentuk tertentu, bisa lisan atau tertulis yang dituangkan
dalam suatu akta, namun untuk kepentingan pembuktian maka pada prakteknya
umumnya dibuat dalam bentuk tertulis.
2.
Hak penanggung terhadap
kreditur dan hak penaggung terhadap debitur
a.
Hak penanggung terhadap
kreditur
-
Hak untuk menuntut lebih
dahulu
-
Hak untuk membagi utang
-
Hak untuk mengajukan
tangkisan gugat
-
Hak untuk diberhentikan
dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan
kesalahan Kreditur
b.
Hak penanggung terhadap debitur
-
Hak Regres atau hak
menuntut kembali, yaitu hak untuk menuntut Debitur mengganti pembayaran yang
telah dilakukan (Pasal 1839 BW).
-
Menggantikan semua
kedudukan Kreditur jika Penanggung telah melakukan pembayaran utang Debitur
pada Kreditur. (Pasal 1840 BW).
3.
Jenis-jenis jaminan
perorangan/penanggungan
-
Jaminan hutang/jaminan
kredit (kredit garansi)
-
Jaminan Bank (Bank
Garansi)
-
Jaminan Saldo (Saldo
garansi)
-
Jaminan Pembangunan (Bouw
garansi)
-
Jaminan oleh lembaga
pemerintah (Staats garansi)
B.
Saran
Sebagai
mahasiswa hendaknya menjadikan makalah ini untuk menambah wawasan dalam ilmu
hukum pada umumnya dan hukum jaminan pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kashadi.
2000. Hukum Jaminan. Semarang: UNDIP
·
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan.1980. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok
Hukum jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty
·
Salim. 2007. Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
·
Oey hoey tiong. 1984.Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur
perikatan. Jakarta: Ghalia Indonesia
·
Ilmuhukum.blogspot.com (diakses tanggal
30 Desembar 2013)
·
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar